BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu
pengetahuan pada anak didik disekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman
dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimikinya ia dapat menjadikan
anak didiknya menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadain
masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi
guru kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampoingkan dari
kerangka eberhasilan belajar mengajar untuk mrngantarkan anak didik menjadi
orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian dari kepribadian itulah
mempengaruhi pola kepemimipinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas
belajar mengajar di kelas pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi
kegiatan belajar di kelas guru yang memandang anak sebagai individual dengan
segala perbedaan dan kesamaan akan berbeda dengan guru yang memandang anak
didik sebagai makhluk sosial.
Guru yang bukan berlatar belakang dan ditambah pengalaman mengajar,
akan banyak menemukan banyak masalah di kelas. Terjun menjadi guru dengan tidak
membawa bekal bekal berupa teori-teori. Seperti banyak kebanyakan guru pemula
semuanya juga labil, emosinnya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan
berbagai bentuk sikap lainnya. Tetapi dengan semangat dan penuh ide untuk suatu
tujuan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian Pendidik?
2.
Bagaimana
kedudukan Pendidik?
3.
Bagaimana
keutamaan Pendidik?
4.
Apa
syarat-syarat Pendidik?
5.
Bagaimanakah
sifat-sifat Pendidik?
6.
Bagaimana
hubungan Nash-nash Al-Qur’an dengan subjek pendidikan (guru)?
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui pengertian Pendidik.
2.
Untuk
mengetahui kedudukan Pendidik.
3.
Untuk
mengetahui keutamaan Pendidik.
4.
Untuk
mengetahui syarat-syarat Pendidik.
5.
Untuk
mengetahui Bagaimanakah sifat-sifat Pendidik.
6.
Untuk
mengetahui hubungan Nash-nash Al-Qur’an dengan subjek pendidikan (guru).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidik
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan
Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi efektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Dapat dipahami bahwa pendidikan dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang
yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta
didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas
kemanusiaannya (baik sebagai khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada
orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses
pendidikan anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal
dunia.
Ada
beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai sebutan bagi para
guru, yaitu ustâdz, mu’allim, mursyîd, murabbî, mudarris,
dan mu-addib. Istilah-istilah ini, dalam penggunaannya, memiliki
makna tertentu. Muhaimin berupaya mengelaborasi istilah-istilah atau predikat
tersebut sebagaimana dalam tabel berikut.
No
|
Predikat
|
Pengertian
|
|
1.
|
Ustadz
|
Orang yang
berkomitmen terhadap profesionalisme,
yang melekat
pada dirinya sikap dedikatif,
komitmen
terhadap mutu, proses, dan hasil kerja,
serta sikap continous
improvement
|
|
2.
|
Mu’allim
|
Orang yang
menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya
serta menjelaskan fungsinya
dalam
kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis
dan
praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer
ilmu/pengetahuan,
internalisasi, serta amaliah
|
|
3.
|
Murabbi’
|
Orang yang
mendidik dan menyiapkan peserta
didik agar
mampu berkreasi, serta mampu mengatur
dan memelihara
hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan
malapetaka bagi dirinya, masyarakat
dan alam
sekitarnya.
|
|
4.
|
Mursyid
|
Orang yang
mampu menjadi model atau sentral
identifikasi
diri, atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan
bagi peserta didiknya.
|
|
5.
|
Mudarris
|
Orang yang
memiliki kepekaan intelektual dan
informasi,
serta memperbaharui pengetahuan dan
keahliannya
secara berkelanjutan, dan berusaha
mencerdaskan
peserta didiknya, memberantas kebodohan
mereka, serta
melatih keterampilan
sesuai
dengan bakat, minat dan kemampuannya.
|
B. Rasulullah SAW Sebagai Seorang Guru
Muhammad
saw selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah
sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa umat harus
menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai hal. Sehubungan
dengan ini, terdapat hadis yang berbunyi antara lain sebagai berikut. Bahwasanya
“
Abdullah bin Al-Ash RA berkata “pada suatu hari Rasulullah keluar dari salah
satu kamar beliau untuk menuju masjid. Di dalam masjid, beliau mendapati dua
kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah golongan orang yang sedang membaca
Alqur’an dan berdo’a kepada Allah. Sementara itu, kelompok kedua adalah golonggan
orang yang sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Nabi
kemudian bersabda, ‘masing-masing kelompok sama-sama berada dalam kebaikan.
Terhadap yang sedang membaca Alqur’an dan berdo’a kepada Allah, maka Allah akan
mengabulkan doa mereka jika Dia dikehendaki, begitupun dengan sebaliknya.
Adapun terhadap golongan yang belajar-mengajar, mereka sedang mempelajari ilmu
dan mengajar orang yang belum tahu. Mereka lebih utama. Maka (ketahuilah)
sesungguhnya aku ini diutus untuk menjadi seorang pengajar (guru).’ Kemudian
beliau ikut bergabung bersama mereka.” (HR. Ad-Darimi).
Maksud
dari hadist di atas yaitu, Nabi menghargai kedua kelompok tersebut. Akan
tetapi, beliau lebih menyukai kelompok yang membahas ilmu dan bergabung dengan
mereka sambil mempertegas peranannya sebagai seorang guru.
C. Kedudukan Pendidik
1. Sebagai
Orangtua
Pendidik
(guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan
oleh Allah dan orang tua peserta didik. Mendidik anak harus didasarkan pada
rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidikan harus memperlakukan peserta
didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta
didik dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidikan tidak boleh
merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak disenanginya.
2. Sebagai
Pewaris Nabi
Sehubung
dengan kedudukan ini, terdapat sabda Nabi SAW seperti berikut :
Abu
Ad-Darda’ berkata, “ Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘ siapa yang
menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga.
Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu.
(HR. At-Tharmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud dan Ad-Darimi).
Sesungguhnya pencari ilmu dimintakan ampun
oleh orang yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan yang ada dalam air.
Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan keutamaan
bulan di antara semua bintang. Sesungguhnya, ulama adalah pewaris para nabi.
Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu,
hendaklah ia mencari sebanyak-banyaknya.” (HR. At-Tharmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi,
Abu Dawud dan Ad-Darimi).
Hal
yang berkaitan erat dengan tema ini yaitu ulama adalah pewaris para Nabi.
Pendidik dalam hal ini terutama guru, ialah orang yang berilmu pengetahuan.
Dengan demikian, ia termasuk kategori ulama.
Jadi, ia adalah pewaris para nabi, tentu guru
tidak dapat mengharapkan banyak harta karena mereka tidak mewariskan harta.
Akan tetapi, Rasulullah tidak pernah melarang orang berilmu, termasuk pendidik,
untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak mengurangi upaya
pengambilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan.
D. Keutamaan Pendidik
1. Terbebas
dari kutukan Allah SWT
Sehubungan
dengan ini terdapat hadis sebagai berikut:
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Ketahuilah,
bahwa sesungguhnya dunia dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada
Allah dan apa yang terlibat dengannya, orang yang tahu (guru) atau orang yang
belajar.” (HR, At-Tirmidzi)
Dalam
hadis ini ditegaskan bahwa orang yang tahu (guru atau pendidik) adalah orang
yang selamat dari kutukan Allah. Ini merupakan keutamaan yang sangat berharga.
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa tidak semua orang yang berpredikat guru,
dijamin Rasulullah selamat dari kutukan. Guru yang beliau maksud adalah guru
yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya dengan ikhlas untuk
mendapatkan keridhaan Allah.
2. Dido’akan
oleh Penduduk Bumi
Berkaitan
dengan hal ini, terdapat hadis sebagai berikut:
Abu
Umamah Al-Bahili berkata “ diceritakan oleh Rasulullah SAW dua orang laki-laki:
seorang abid (orang yang banyak beribadah) dan seorang alim (orang yang banyak
ilmu). Beliau bersabda, ‘Kelebihan alim daripada abid adalah bagaikan
kelebihanku daripada kamu yang paling rendah. Kemudian beliau berkata lagi
‘Sesungguhnya, Allah, malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi, sampai semut yang
berada dalam sarangnya, serta ikan bershalawat (memohon rahmat) untuk orang
yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (pendidik atau guru).” (HR.
At-Tarmidzi)
Informasi
pada hadis di atas mencangkup bahwa Allah memberikan rahmat dan berkah kepada
guru. Selain itu, malaikat juga penduduk langit dan bumi termasuk semut yang
berada dalam sarangnya, ikan yang berada dalam laut mendoakan kebaikan untuk
guru yang mengajar orang lain. Ini semua adalah keutamaan seorang guru yang
diberikan oleh Allah .
3. Mendapatkan
Pahala yang Berkelanjutan
Sehubung
dengan keutamaan ini ditemukan hadis sebagai berikut:
Abu
Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda,
“Apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali tiga
hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendo’akan
(orangtua)nya.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’I, At-Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)
Keutamaan
ini diberikan kepada guru karena ia sudah memberikan sesuatu dalam kehidupan
manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata “ Kalau
sekiranya orang-orang berilmu tidak ada, niscaya manusia akan bodoh seperti
hewan. Kerena hanya dengan mengajar, para ulama dapat menaikkan orang banyak
dari tingkat kehewanan ke tingkat kemanusiaan.” Selain dengan mengajar, seorang
alim atau guru juga dapat menyebarluaskan ilmu kepada orang lain melalui
aktivitas mengarang.
E. Syarat- syarat Pendidik
1.
Pendidik
Harus Beriman
Pendidik adlalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk
mencapai pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Agar tujuan
tersebut dapat tercapai pendidik harus terlebih dulu beriman. Sehubungan dengan
ini, terdapat hadist sebagai berikut:
“Sufyan Bin Abdullah Ats-Tsaqofi meriwayatkan bahwa ia berkata
kepada rosulullah, “Ya Roululah, katakanlah kepada saya sesuatu tentang islam
yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah engkau.” Nabi berkata,”katakanlah,
saya beriman kepada Allah, lalu tetapkanlah pendirianmu.”. (HR. Muslim dan
Ahmad)
Hadist ini menunjukan bahwa iman kepada Allah dan istiqomah dengan
pengakuan keimanan itu merupakan suatu hal yang sudah cukup memadai bagi
seorang muslim. Oleh karena itu para pendidik harus berusaha agar peserta didik
memiliki iman yang kuat dan teguh pendirian dalam melaksanakan tuntunan iman
tersebut. Apabila yang diinginkan adalah peserta didik yang beriman kepada
Allah, maka terlebih dahulu pendidik harus beriman. Tidak mungkin orang yang
tidak beriman mampu membina orang menjadi beriman. Orang yang tidak memiliki,
tidak akan mampu memberi.
2.
Pendidik
Harus Berilmu
Sehubung dengan ini ditemukan hadist sebagi berikut:
Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar
Rosulullah SAW bersabda “sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu pengetahuan
kembali dengn mencabutnya hati sanu bari manusia, tetapi dengan mewafatkan
orang-orang yang berpengetahuan (ulama). Apabila tidak ada lagi orang alim yang
tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin yang dijadikan
tempat bertanya. Lalu orang bodoh itu ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu
mengakibatkan mereka sesat dan menyesatkan.”(HR. Bukhori)
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa orang yang berfatwa dan
mengajar harus berilmu pengetahuan. Termasuk dalam hal ini adalah pendidik atau
guru. Apabila pendidik tidak berilmu pengetahun, maka murid-murid yang
diajarkan akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa endidikan, apabila guru
tidak profesional, mengakibatkan proses pembelajaran yang sia-sia. Sehubungan
dengan ini terdapat sebuah hadist.
Dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW “barang siapa yang berfatwa tanpa
ilmu maka dosanya akan dipikul oleh orang yang berfatwa itu.” (HR. Abu Daud)
Dalam hadist ini Rosulullah SAW menyebut siapa yang berfatwa.
Adapun berfatwa adalah memberikan ilmu kepada orang lain. Sementara itu
mengajar dan mendidik juga memberikan ilmu kepada orang lain. Dengan demikian
keduanya sama. Berfatwa, mendidik, dan mengajr tanpa ilmu akan menyesatkan
orang lain. Oleh karena itu beliau melarangnya.
3.
Pendidik
Harus Mengamalkan Ilmunya
Selain berilmu, pendidik harus mengamalkan ilmunya. Berkaitan
dengan ini terdapat hadist berikut.
Usamah meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, “seseorng akan
didatangkan pada hari kiamat dan dilemparkan ke neraka. Usus-ususnya keluar di
neraka. Ia pun berputar sebagaimana berputarnya keledai di penggilingan. Para
penghuni neraka berkumpul kepadanya dan bertanya, ‘ Wahai fulan ada apa
denganmu? Bukankah engkau dahulu memerintahkan kami untuk melakukan perbuatan
yang ma’ruf dan melarang kami perbuatan mukar?’ ia menjawab, ‘ dahulu aku
memerintahkan kalian perbuatan yang ma’ruf tetapi aku tidak melakukannya dan
aku melarang kalian perbuatan munkar tetapi aku mengerjakannnya’’’ (HR.
Al-Bukhori)
Hadist di atas
menjelaskan siksaan Allah yang akan diterima oleh orang yang mengajarkan
kebaikan (al-‘Amr bi al-Ma’ruf) tetapi ia sendiri tidak mengerjakannya dan
orang yang menasehati orang lain agar meninggalkan yang buruk (‘An-Nahi
‘An-Munkar) tetapi ia sendiri mengerjakannya. Tugas tersebut adalah salah satu
yang dikerjakan oleh pendidik atau guru. Jadi guru harus mengamalkan ilmu yang
diajarkannya kepada peserta didik agar terhindar dari siksaan.
4.
Pendidik
Harus Adil
Sehubungan dengan ini ditemukan hadist seperti dibawah ini.
Dari NU’man bin Basyir, ia berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda,
“berlaku adilah kamu diantara anak-anakmu! Berlaku adillah kamu diantara
anak-anakmu!” (HR. An-nasai dan Al-Baihaqi).
Dalam hadist ini dengan tegas Rosulullah SAW memerintahkan kepada
para sahabar (umatnya) agar berlaku adil terhadap anaknya. Dalam konteks
pendidikan peserta didik adalah anak si pendidik. Dengan demikian pendidik
wajib berlaku adil dalam berbagai hal terhadap peserta didiknya.
5.
Pendidik
Harus Berniat Ikhlas
Berkaitan dengan niat Ikhlas, ditemukan seperti hadist dibawah ini.
Umar bin Khotob RA berkata, “aku mendengar Rosulllah SAW bersabda,
‘setiap amal perbuatan harus disertai dengan niat, balasan balasan setiap amal
manusia sesuai apa yang diniatkan. Barang siapa yang berhijrah untuk
mengharapkan dunia atau seorang perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya sesuai
apa yang diniatkan.’” (HR. Bukhori dan Muslim).
Ibnu Hajar menjelasakan bahwa setia amal perbuatan harus disertai
dengan niat. Menurut Al- Khauyi, seakan-akan rosulullah memberikan pengertian
bahwa niat itu bermacam-macam sebagaimana perbuatan. Seperti orang yang
melakukan perbuatan dengan melakukan motivasi untuk mendapat ridho Allah dan
apa yang dijanjikan kepadanya atau ingin menjauhkan diri dari ancaman-NYA. Niat
yang benar adalah keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk
mendapat keridoan-NYA.
6.
Pendidik
Harus Berlapang Dada
Berlapang dada adalah sikap tidak mudah marah dan apabila marah
dapat mengendalikan diri secara normal. Sehubungan dengan ini ditemukan hadist
berikut.
Dari Abu Musa RA. Ia berkata, “ seseorang bertanya kepada Nabi SAW
mengenai perkara yang tidak disukai beliau. Tatkala orang itu terlalu banyak
bertanya, Nabi menjadi marah. Kemudian beliau berkata, ‘tanyakanlah apa yang
hendak kamu tanyakan.’ Seorang laki-laki bertanya “siapa ayahku?” Nabi
menjawab, ‘ayahmu, Hudzafah.’ Bertanyapula yang lain, ‘siapakah ayahku ya
Rosulullah,’ Nabi menjawab’ ayahmu Salim, hamba sahaya Syaibah. ‘ tatkala Umar
bin Khotob melihat rasa kurang senang tergambar di wajah Rosulullah karena
sejumlah pertanyaan yang tidak menentu itu segera ia berkata, ‘wahai Rosulullah
kami bertaubat kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Adil.’” (HR. AL-Bukhori).
Dalam hadist diatas dapat dipahami bahwa Rosulullah SAW juga merasa
marah ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan ditampilkan didepannya. Dalam
kasus ini, sahabat banyak bertanya tentang hari kiamat. Akan tetapi, kemarahan
beliau tidak menghilangkan sifat lapang dadanya.
F. Sifat-sifat Pendidik
1.
Sifat
lemah lembut dan kasih sayang
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairits berkata, “kami, beberapa orang
pemuda sebaya mengunungi nabi, lalu kami menginap bersama beliau selama 20
malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa
yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada nabi.
Beliau adalah seorang yang halus perasaanya dan penyayang. Nabi bersabda,
kembalilah pada keluarga kalian. Ajarilah merke, suruhlah mereka, dan sholatlah
kalian sebagaimana kalian melihatku sholat. Apabila waktu sholat telah masuk,
hendaklah salah seorang diantara kalian, mengumandangkan adzan dan yang lebih
tua hendaklah menjadi imam.”(HR. Al-Bukhori)
Diantara informasi yang didapat dari hadist di atas adalah sebagai
berikut:
a.
Ada
sekelompok pemuda sebaya datang dan
menginap di rumah rosulullah
b.
Para
pemuda itu belajar maslah agama (ibadah) kepada beliau.
c.
Beliau
memperlakukan mereka dengan santun dan kasih sayang.
d.
Beliau
menyuruh mereka mengajarkan sholat kepada keluarga masing-masing seperti beliau mengajar
mereka
Diantara informasi tersebut, yang berkaitan erat dengan sub tema
ini adlah beliau memperlakukan pada sahabat dengan santun dan kasih sayang.
Pendidik yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya sesuai
dengan tuntunan Allah dalam Al-Qur’an, dijelaskan dalam dalil berikut.
* øÎ) crßÏèóÁè? wur c¼âqù=s? #n?tã 7ymr& Û^qߧ9$#ur öNà2qããôt þÎû öNä31t÷zé& öNà6t7»rOr'sù $CJxî 5dOtóÎ/ xøx6Ïj9 (#qçRtóss? 4n?tã $tB öNà6s?$sù wur !$tB öNà6t7»|¹r& 3 ª!$#ur 7Î6yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÌÈ
Artinya:
Maka disebabkan
rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap meeka. Sekiranya kamu
bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakal padanya. (QS. Ali Imron (3):159)
Ahmad Mustofa Al-Maraghi
menjelaskan, andaikata engkau (muhammad) bersikap kasar dan galak dalam
muamalah dengan mereka (kaum muslimin) niscaya mereka akan bercerai (bubar)
meninggalkan engkau dan menyenangimu. Dengan demikian, engkau tidak dapat
menyamaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus.
Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki rasa santun kepada
setiap peserta didiknya. Jika tidak, maka sikap kasar itu akan menjadi
penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Mengembalikan
Ilmu Kepada Allah
Seorang pendidik harus memiliki sifat tawadhu, tidak merasa paling
tau atau serba tau. Apabila ada hal-hal yang tidak diketahui dengan jelas, dia
sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah. Sehubungan dengan hal ini
terdapat hadist berikut.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW ditanya tentang
anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab, “Allah maha mengetahui apa
yang akan mereka kerjakan pad saat mereka diciptakan.”(HR. Al-Bukhori dan
Muslim)
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa Rasulallah ditanya oleh sahabat tentang nasib anak-anak
orang musyrik pada hari kiamat nanti. Beliau menjawab, “Allah lebih
mengetahui,” atau Allah mengetahui apa yang mereka lakukan.” Disini terlihat
bahwa beliau tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya,
kendatipun beliau adalah Rasulallah. Beliau tidak meras risih dengan sikap
tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah sesungguhnya sikap yang harus
dimilki leh setiap pendidik. Apabila ternyata ada hal yang diragukan atau belum
diketahui sama sekali, jangan segan mengatakan, “Allah Yng Maha Tahu.” Itu
adalah salah satu bentuk sikap tawadhu seorang hamba.
3.
Memperhatikan
Keadaan Peserta Didik
Agar pendidik dan pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif, pendidik
perlu memperhatikan keadaan peserta didiknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi jasmani peserta didik. Pendidik
jangan sampai memberikan beban pelajaran yang melebihi batas kemampuan peserta
didik. Sehubungan dengan ini terdapat hadits:
Dari Ibnu
Mas’ud, ia menceritakan, “Nabi selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami
untuk menghindari kebosanan kami.” (HR.
Al-Bukhari)
Dalam hadits ini terdapat informasi bahwa Rasulallah mengajar sahabat
tidak setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan waktu istirahat. Hal itu
dilakukannya unruk menghindari kebosanan kepada pelajran. Itu berarti bahwa
beliau memperhatikan kondisi para sahabat (peserta didik) dalam mengajar.
Mereka membutuhkan selingan waktu untuk beristirahat.
G. NASH-NASH AL-QUR’AN
1.
Surat Fushilat ayat 30
ß`øtwU öNä.ät!$uÏ9÷rr& Îû Ío4quysø9$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# ( öNä3s9ur $ygÏù $tB þÏStGô±n@ öNä3Ý¡àÿRr& öNä3s9ur $ygÏù $tB tbqãã£s? ÇÌÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnyaorang-orang
yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian itu mereka teguhkan pendirian
mereka, akan turunlah kepada mereka malaikat-malaikat; “Agar kamu jangan merasa
takut dan jangan merasa dukacita dan gembiralah kamu dengan syurga yang telah
dijanjikan Allah kepada kamu.” (QS. Fushilat (41):30)
Dapat dijelaskan bahwa ayat diatas menjelaskan tentang istiqomah
atau teguh pendirian. Menurut Prof. DR. Hamka dalam Tafsir Al- Azhar
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teguh pendirian adalah tegak lurus,
teguh tegap dengan pendirian itu. Tidak bergeser, tidak beranjak. Tidak dapat
dicondongkan ke kanan dan ke kiri. Tidak dapat dimundurkan ke belakang atau
dimajukan ke depan, dengan arti keluar dari tempat tegak berdiri itu.
Istiqomah memang membentuk pribadi orang orang sehingga dia
memenuhi arti dirinya sebagai insan sejati, khallifah Allah di muka bumi.
Itulah sebabnya maka di dalam sembahyang lima waktu, di dalam segala sembah yang
rawatib, yang fardhu dan yang sunnah, hendaklah ditiap rakaat membaca
Al-Fatihah. Supaya terbaca inti doa kepada Tuhan untuk kebahagiaan hidup.
Yaitu:
“tunjukilah
jalan yang lurus.”
Mustaqiim
ialah rangkaian kata dari istiqomah. Kalau jalan yang lurus, shirathal
mustaqiim telah diberikan, tercapai sudah istiqaamah. Kita berusaha agar
istiqaamah dapat kita capai, tetapi kita pun berdoa, mengharap agar Tuhan
membawa kita kepada istiqaamah itu. Karena kalau telah bertemu jalan itu,
selamat bahagialah hidup ini.
Keterkaitan
antara surat fusshilat ayat 30 dengan subyek pendidikan (guru) yaitu bahwa
seorang pendidik dalam memberikan ilmunya kepada murid-muridnya harus dengan
istiqomah, karena dengan beristiqomah murid akan mendapatkan ilmu yang
bermanfaat dan bergembiralah bagi seorang pendidik yang beristiqomah karena
Allah telah menjanjikan syurga di akhirat kelak.
2.
Surat
Ibrahim ayat 27
àMÎm6sVã ª!$# úïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ÉAöqs)ø9$$Î/ ÏMÎ/$¨V9$# Îû Ío4quptø:$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# ( @ÅÒãur ª!$# úüÏJÎ=»©à9$# 4 ã@yèøÿtur ª!$# $tB âä!$t±t ÇËÐÈ
Artinya:
“Allah akan
menetapkan orang-orang yang yang beriman, dengan kata-kata yang tetap pada
kehidupan dunia ini dan pada akhirat. Dan akan disesatkan oleh Allah
orang-orang yang dzalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim
(14):27)
Dapat
dijelaskan bahwa ayat diatas menjelaskan tentang iman dan kalimat thoyyibah.
Menurut Prof. DR. Hamka dalam Tafsir Al- Azhar menjelaskan bahwa kalimat
thoyyibah (kalimat yang baik) adalah laksana pohon rindang yang baik, yang
subur, uratnya masuk terhunjam kepetala bumi dan pucuknya melepai sampai
mencapai langit dan buahnya selalu diambil. Bagaimanapun besarnya angin yang
mencoba hendak meruntuhkannya, namun ia semakin bertambah terkena angin,
bertambah teguh dan kokoh. Maka kedatangan Rasul-rasul sejak zaman Nabi Adam
sampai ke Nabi Muhammad SAW dan sampai kepada hari kiamat, ialah memperjuangkan
kalimat thoyyibah . Ulama-ulam tafsir, sejak dari ulama sahabat sebagi Ibnu
abbas telah menjelaskan bahwasanya kalimat thoyyibah itu ialah “La Illahail
Allah” yaitu tidak ada Tuhan selain Allah.
Maka
orang-orang yang bernaung dibawah pohon kayu yang baik lagi rindang itu,
memegang kalimat yang baik, akan teguh pendiriannya sejak dari dunia sampai
akhirat. Dia tidak dapat digeserkan atau digoyahkan. Dan kayu yang buruk
tumbanglah dia dari muka bumi, tidaklah dia bertahan lamadan orang yang dzalim
akan disesatkan oleh Allah.
Keterkaitan
antara surat ibrahim ayat 27 dengan subyek pendidikan (guru) yaitu bahwa
seorang pendidik harus beriman dan berkata thoyyibah (berkata baik) kepada peserta
didiknya (murid) karena jika seorang guru berkata tidak baik di depan muridnya
maka seorang murid akan mengikutinya dan jika seorang pendidik berkata tidak
baik maka ia akan disesatkan oleh Allah kepada orang-orang yang dzalim. Menurut Yazid bin
Abdul Qadir Jawas dalam bukunya yang berjudul syarah Arbain Nawawi menjelaskan
bahwa pengertian iman adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan
perbuatan dengan anggota badan. Seperti
yang sudah dijelaskan di atas bahwa para pendidik harus berusaha agar peserta
didiknya memiliki iman yang kuat dan teguh. Dan segala aktivitas kependidikan
diarahkan menuju terbentuknya pribadi-pribadi yang beriman.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab
untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan
Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik
dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi efektif,
kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada
beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai sebutan bagi para
guru, yaitu ustâdz, mu’allim, mursyîd, murabbî, mudarris,
dan mu-addib. Dilihat dari kedudukannya, guru berkedudukan sebagai
orang tua juga pewaris Nabi. Juga mempunyai keutamaan terbebas dari laknat
Allah, di do’akan oleh penduduk bumi serta mendapat pahala yang berkelanjutan.
Adapun
Syarat-syarat menjadi seorang pendidik adalah pendidik harus beriman, pendidik
harus berilmu, pendidik harus mengamalkan
ilmunya, harus Adil, harus berniat ikhlas, harus berlapang dada. Selain
syarat-syarat tadi, pendidik juga harus mempunyai sifat sifat yang harus
dimiliki oleh seorang pendidik. Diantaranya adalah sifat lemah lembut dan kasih
sayang, mengembalikan ilmu kepada Allah serta memperhatikan peserta didik.
B.
Saran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik.
Oleh karena itu kita sebagai pendidik harus bisa beristiqomah dalam mendidik,
selain itu kita juga harus bisa mengarahkan anak didiknya untuk beriman kepada
Allah serta berkata baik.
DAFTAR PUSTAKA
- Hamka,
Tafsir Al-Azhar jilid 5, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.
2003.
- Hamka,
Tafsir Al-Azhar jilid 8, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD.
2003.
- Muhaimin.
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah,
dan Perguruan Tinggi. Jakarta :
Raja Grafindo Perkasa. 2005.
- Umar, Bukhari. Hadist Tarbawi. Jakarta: Amzah. 2012.
- Yazid. Syarah Arba’in An-Nawawi. Jakarta: Pustaka Imam
Syafi’i. 2011
No comments:
Post a Comment