Saturday, December 5, 2015

SUBYEK PENDIDIKAN (GURU)

BAB I

PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang

Guru adalah tenaga pendidik yang memberikan sejumlah ilmu pengetahuan pada anak didik disekolah. Guru adalah orang yang berpengalaman dalam bidang profesinya. Dengan keilmuan yang dimikinya ia dapat menjadikan anak didiknya menjadi orang yang cerdas. Setiap guru mempunyai kepribadain masing-masing sesuai dengan latar belakang kehidupan sebelum mereka menjadi guru kepribadian guru diakui sebagai aspek yang tidak bisa dikesampoingkan dari kerangka eberhasilan belajar mengajar untuk mrngantarkan anak didik menjadi orang yang berilmu pengetahuan dan berkepribadian dari kepribadian itulah mempengaruhi pola kepemimipinan yang guru perlihatkan ketika melaksanakan tugas belajar mengajar di kelas pandangan guru terhadap anak didik akan mempengaruhi kegiatan belajar di kelas guru yang memandang anak sebagai individual dengan segala perbedaan dan kesamaan akan berbeda dengan guru yang memandang anak didik sebagai makhluk sosial.
Guru yang bukan berlatar belakang dan ditambah pengalaman mengajar, akan banyak menemukan banyak masalah di kelas. Terjun menjadi guru dengan tidak membawa bekal bekal berupa teori-teori. Seperti banyak kebanyakan guru pemula semuanya juga labil, emosinnya mudah terangsang dalam bentuk keluhan dan berbagai bentuk sikap lainnya. Tetapi dengan semangat dan penuh ide untuk suatu tujuan.     

B.    Rumusan Masalah

1.     Apa pengertian Pendidik?
2.     Bagaimana kedudukan Pendidik?
3.     Bagaimana keutamaan Pendidik?
4.     Apa syarat-syarat Pendidik?
5.     Bagaimanakah sifat-sifat Pendidik?
6.     Bagaimana hubungan Nash-nash Al-Qur’an dengan subjek pendidikan (guru)?

C.    Tujuan Penulisan

1.     Untuk mengetahui pengertian Pendidik.
2.     Untuk mengetahui kedudukan Pendidik.
3.     Untuk mengetahui keutamaan Pendidik.
4.     Untuk mengetahui syarat-syarat Pendidik.
5.     Untuk mengetahui Bagaimanakah sifat-sifat Pendidik.
6.     Untuk mengetahui hubungan Nash-nash Al-Qur’an dengan subjek pendidikan (guru).








BAB II

PEMBAHASAN


A.    Pengertian Pendidik

Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam. Dapat dipahami bahwa pendidikan dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap upaya perkembangan jasmani dan rohani peserta didik agar mencapai tingkat kedewasaan sehingga ia mampu menunaikan tugas-tugas kemanusiaannya (baik sebagai khalifah maupun abid) sesuai dengan nilai-nilai Islam. Oleh karena itu, pendidik dalam konteks ini bukan hanya terbatas pada orang yang bertugas di sekolah tetapi semua orang yang terlibat dalam proses pendidikan anak sejak dalam kandungan hingga dewasa, bahkan sampai meninggal dunia.
Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai sebutan bagi para guru, yaitu ustâdz, mu’allim, mursyîd, murabbî, mudarris, dan mu-addib. Istilah-istilah ini, dalam penggunaannya, memiliki makna tertentu. Muhaimin berupaya mengelaborasi istilah-istilah atau predikat tersebut sebagaimana dalam tabel berikut.


No
Predikat
Pengertian



1.      



Ustadz

Orang yang berkomitmen terhadap profesionalisme,
yang melekat pada dirinya sikap dedikatif,
komitmen terhadap mutu, proses, dan hasil kerja,
serta sikap continous improvement

3


2.      


Mu’allim

Orang yang menguasai ilmu dan mampu
mengembangkannya serta menjelaskan fungsinya
dalam kehidupan, menjelaskan dimensi teoritis
dan praktisnya, atau sekaligus melakukan transfer
ilmu/pengetahuan, internalisasi, serta amaliah



3.      




Murabbi’

Orang yang mendidik dan menyiapkan peserta
didik agar mampu berkreasi, serta mampu mengatur
dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak
menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat
dan alam sekitarnya.



4.      


Mursyid

Orang yang mampu menjadi model atau sentral
identifikasi diri, atau menjadi pusat anutan, teladan
dan konsultan bagi peserta didiknya.






5.      













Mudarris

Orang yang memiliki kepekaan intelektual dan
informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan
keahliannya secara berkelanjutan, dan berusaha
mencerdaskan peserta didiknya, memberantas kebodohan
mereka, serta melatih keterampilan
sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya.




B.    Rasulullah SAW Sebagai Seorang Guru

Muhammad saw selain sebagai Rasulullah, beliau juga menyatakan bahwa dirinya adalah sebagai guru bagi umatnya. Pernyataan itu mengisyaratkan bahwa umat harus menerima pelajaran-pelajaran yang diberikannya dalam berbagai hal. Sehubungan dengan ini, terdapat hadis yang berbunyi antara lain sebagai berikut. Bahwasanya
Abdullah bin Al-Ash RA berkata “pada suatu hari Rasulullah keluar dari salah satu kamar beliau untuk menuju masjid. Di dalam masjid, beliau mendapati dua kelompok sahabat. Kelompok pertama adalah golongan orang yang sedang membaca Alqur’an dan berdo’a kepada Allah. Sementara itu, kelompok kedua adalah golonggan orang yang sedang sibuk mempelajari dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Nabi kemudian bersabda, ‘masing-masing kelompok sama-sama berada dalam kebaikan. Terhadap yang sedang membaca Alqur’an dan berdo’a kepada Allah, maka Allah akan mengabulkan doa mereka jika Dia dikehendaki, begitupun dengan sebaliknya. Adapun terhadap golongan yang belajar-mengajar, mereka sedang mempelajari ilmu dan mengajar orang yang belum tahu. Mereka lebih utama. Maka (ketahuilah) sesungguhnya aku ini diutus untuk menjadi seorang pengajar (guru).’ Kemudian beliau ikut bergabung bersama mereka.” (HR. Ad-Darimi).
Maksud dari hadist di atas yaitu, Nabi menghargai kedua kelompok tersebut. Akan tetapi, beliau lebih menyukai kelompok yang membahas ilmu dan bergabung dengan mereka sambil mempertegas peranannya sebagai seorang guru.

C.    Kedudukan Pendidik

1.     Sebagai Orangtua
Pendidik (guru di sekolah) perlu menyadari bahwa ia melaksanakan tugas yang diamanahkan oleh Allah dan orang tua peserta didik. Mendidik anak harus didasarkan pada rasa kasih sayang. Oleh sebab itu, pendidikan harus memperlakukan peserta didiknya bagaikan anaknya sendiri. Ia harus berusaha dengan ikhlas agar peserta didik dapat mengembangkan potensinya secara maksimal. Pendidikan tidak boleh merasa benci kepada peserta didik karena sifat-sifat yang tidak disenanginya.
2.     Sebagai Pewaris Nabi
Sehubung dengan kedudukan ini, terdapat sabda Nabi SAW seperti berikut :
Abu Ad-Darda’ berkata, “ Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘ siapa yang menempuh jalan mencari ilmu, akan dimudahkan Allah jalan untuknya ke surga. Sesungguhnya, malaikat merentangkan sayapnya karena senang kepada pencari ilmu. (HR. At-Tharmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud dan Ad-Darimi).
 Sesungguhnya pencari ilmu dimintakan ampun oleh orang yang ada di langit dan di bumi, bahkan ikan yang ada dalam air. Keutamaan orang berilmu dari orang yang beribadah adalah bagaikan keutamaan bulan di antara semua bintang. Sesungguhnya, ulama adalah pewaris para nabi. Mereka tidak mewariskan emas dan perak, tetapi ilmu. Siapa yang mencari ilmu, hendaklah ia mencari sebanyak-banyaknya.” (HR. At-Tharmidzi, Ahmad, Al-Baihaqi, Abu Dawud dan Ad-Darimi).
Hal yang berkaitan erat dengan tema ini yaitu ulama adalah pewaris para Nabi. Pendidik dalam hal ini terutama guru, ialah orang yang berilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia termasuk kategori ulama.
 Jadi, ia adalah pewaris para nabi, tentu guru tidak dapat mengharapkan banyak harta karena mereka tidak mewariskan harta. Akan tetapi, Rasulullah tidak pernah melarang orang berilmu, termasuk pendidik, untuk mencari harta kekayaan selama proses itu tidak mengurangi upaya pengambilan warisan beliau yang sebenarnya, yaitu ilmu pengetahuan. 

D.    Keutamaan Pendidik

1.     Terbebas dari kutukan Allah SWT
Sehubungan dengan ini terdapat hadis sebagai berikut:
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda “Ketahuilah, bahwa sesungguhnya dunia dan segala isinya terkutuk, kecuali dzikir kepada Allah dan apa yang terlibat dengannya, orang yang tahu (guru) atau orang yang belajar.” (HR, At-Tirmidzi)
Dalam hadis ini ditegaskan bahwa orang yang tahu (guru atau pendidik) adalah orang yang selamat dari kutukan Allah. Ini merupakan keutamaan yang sangat berharga. Dari hadis ini dapat dipahami bahwa tidak semua orang yang berpredikat guru, dijamin Rasulullah selamat dari kutukan. Guru yang beliau maksud adalah guru yang berilmu, mengamalkan ilmunya dan mengajarkannya dengan ikhlas untuk mendapatkan keridhaan Allah.
2.     Dido’akan oleh Penduduk Bumi
Berkaitan dengan hal ini, terdapat hadis sebagai berikut:
Abu Umamah Al-Bahili berkata “ diceritakan oleh Rasulullah SAW dua orang laki-laki: seorang abid (orang yang banyak beribadah) dan seorang alim (orang yang banyak ilmu). Beliau bersabda, ‘Kelebihan alim daripada abid adalah bagaikan kelebihanku daripada kamu yang paling rendah. Kemudian beliau berkata lagi ‘Sesungguhnya, Allah, malaikat-Nya, penduduk langit dan bumi, sampai semut yang berada dalam sarangnya, serta ikan bershalawat (memohon rahmat) untuk orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia (pendidik atau guru).” (HR. At-Tarmidzi)
Informasi pada hadis di atas mencangkup bahwa Allah memberikan rahmat dan berkah kepada guru. Selain itu, malaikat juga penduduk langit dan bumi termasuk semut yang berada dalam sarangnya, ikan yang berada dalam laut mendoakan kebaikan untuk guru yang mengajar orang lain. Ini semua adalah keutamaan seorang guru yang diberikan oleh Allah .
3.     Mendapatkan Pahala yang Berkelanjutan
Sehubung dengan keutamaan ini ditemukan hadis sebagai berikut:
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Apabila manusia telah meninggal dunia terputuslah amalannya kecuali tiga hal, yaitu sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat dan anak saleh yang mendo’akan (orangtua)nya.” (HR. Muslim, Ahmad, An-Nasa’I, At-Tirmidzi, dan Al-Baihaqi)
Keutamaan ini diberikan kepada guru karena ia sudah memberikan sesuatu dalam kehidupan manusia. Al-Ghazali mengemukakan bahwa Hasan Al-Bashri berkata “ Kalau sekiranya orang-orang berilmu tidak ada, niscaya manusia akan bodoh seperti hewan. Kerena hanya dengan mengajar, para ulama dapat menaikkan orang banyak dari tingkat kehewanan ke tingkat kemanusiaan.” Selain dengan mengajar, seorang alim atau guru juga dapat menyebarluaskan ilmu kepada orang lain melalui aktivitas mengarang.

E.    Syarat- syarat Pendidik

1.     Pendidik Harus Beriman
Pendidik adlalah orang yang bertanggung jawab membimbing anak untuk mencapai pendidikan, yaitu beriman dan bertakwa kepada Allah SWT. Agar tujuan tersebut dapat tercapai pendidik harus terlebih dulu beriman. Sehubungan dengan ini, terdapat hadist sebagai berikut:
Sufyan Bin Abdullah Ats-Tsaqofi meriwayatkan bahwa ia berkata kepada rosulullah, “Ya Roululah, katakanlah kepada saya sesuatu tentang islam yang tidak akan saya tanyakan lagi sesudah engkau.” Nabi berkata,”katakanlah, saya beriman kepada Allah, lalu tetapkanlah pendirianmu.”. (HR. Muslim dan Ahmad)
Hadist ini menunjukan bahwa iman kepada Allah dan istiqomah dengan pengakuan keimanan itu merupakan suatu hal yang sudah cukup memadai bagi seorang muslim. Oleh karena itu para pendidik harus berusaha agar peserta didik memiliki iman yang kuat dan teguh pendirian dalam melaksanakan tuntunan iman tersebut. Apabila yang diinginkan adalah peserta didik yang beriman kepada Allah, maka terlebih dahulu pendidik harus beriman. Tidak mungkin orang yang tidak beriman mampu membina orang menjadi beriman. Orang yang tidak memiliki, tidak akan mampu memberi.
2.     Pendidik Harus Berilmu
Sehubung dengan ini ditemukan hadist sebagi berikut:
Abdullah bin Amru bin Al-Ash meriwayatkan bahwa ia mendengar Rosulullah SAW bersabda “sesungguhnya Allah tidak menarik ilmu pengetahuan kembali dengn mencabutnya hati sanu bari manusia, tetapi dengan mewafatkan orang-orang yang berpengetahuan (ulama). Apabila tidak ada lagi orang alim yang tersisa, manusia akan mengangkat orang bodoh menjadi pemimpin yang dijadikan tempat bertanya. Lalu orang bodoh itu ditanya dan mereka berfatwa tanpa ilmu mengakibatkan mereka sesat dan menyesatkan.”(HR. Bukhori)
Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa orang yang berfatwa dan mengajar harus berilmu pengetahuan. Termasuk dalam hal ini adalah pendidik atau guru. Apabila pendidik tidak berilmu pengetahun, maka murid-murid yang diajarkan akan sesat. Dengan kata lain dalam bahasa endidikan, apabila guru tidak profesional, mengakibatkan proses pembelajaran yang sia-sia. Sehubungan dengan ini terdapat sebuah hadist.
Dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW “barang siapa yang berfatwa tanpa ilmu maka dosanya akan dipikul oleh orang yang berfatwa itu.” (HR. Abu Daud)
Dalam hadist ini Rosulullah SAW menyebut siapa yang berfatwa. Adapun berfatwa adalah memberikan ilmu kepada orang lain. Sementara itu mengajar dan mendidik juga memberikan ilmu kepada orang lain. Dengan demikian keduanya sama. Berfatwa, mendidik, dan mengajr tanpa ilmu akan menyesatkan orang lain. Oleh karena itu beliau melarangnya.
3.     Pendidik Harus Mengamalkan Ilmunya
Selain berilmu, pendidik harus mengamalkan ilmunya. Berkaitan dengan ini terdapat hadist berikut.
Usamah meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW bersabda, “seseorng akan didatangkan pada hari kiamat dan dilemparkan ke neraka. Usus-ususnya keluar di neraka. Ia pun berputar sebagaimana berputarnya keledai di penggilingan. Para penghuni neraka berkumpul kepadanya dan bertanya, ‘ Wahai fulan ada apa denganmu? Bukankah engkau dahulu memerintahkan kami untuk melakukan perbuatan yang ma’ruf dan melarang kami perbuatan mukar?’ ia menjawab, ‘ dahulu aku memerintahkan kalian perbuatan yang ma’ruf tetapi aku tidak melakukannya dan aku melarang kalian perbuatan munkar tetapi aku mengerjakannnya’’’ (HR. Al-Bukhori)
            Hadist di atas menjelaskan siksaan Allah yang akan diterima oleh orang yang mengajarkan kebaikan (al-‘Amr bi al-Ma’ruf) tetapi ia sendiri tidak mengerjakannya dan orang yang menasehati orang lain agar meninggalkan yang buruk (‘An-Nahi ‘An-Munkar) tetapi ia sendiri mengerjakannya. Tugas tersebut adalah salah satu yang dikerjakan oleh pendidik atau guru. Jadi guru harus mengamalkan ilmu yang diajarkannya kepada peserta didik agar terhindar dari siksaan.

4.     Pendidik Harus Adil
Sehubungan dengan ini ditemukan hadist seperti dibawah ini.
Dari NU’man bin Basyir, ia berkata bahwa Rosulullah SAW bersabda, “berlaku adilah kamu diantara anak-anakmu! Berlaku adillah kamu diantara anak-anakmu!” (HR. An-nasai dan Al-Baihaqi).
Dalam hadist ini dengan tegas Rosulullah SAW memerintahkan kepada para sahabar (umatnya) agar berlaku adil terhadap anaknya. Dalam konteks pendidikan peserta didik adalah anak si pendidik. Dengan demikian pendidik wajib berlaku adil dalam berbagai hal terhadap peserta didiknya.
5.     Pendidik Harus Berniat Ikhlas
Berkaitan dengan niat Ikhlas, ditemukan seperti hadist dibawah ini.
Umar bin Khotob RA berkata, “aku mendengar Rosulllah SAW bersabda, ‘setiap amal perbuatan harus disertai dengan niat, balasan balasan setiap amal manusia sesuai apa yang diniatkan. Barang siapa yang berhijrah untuk mengharapkan dunia atau seorang perempuan untuk dinikahi, maka hijrahnya sesuai apa yang diniatkan.’” (HR. Bukhori dan Muslim).
Ibnu Hajar menjelasakan bahwa setia amal perbuatan harus disertai dengan niat. Menurut Al- Khauyi, seakan-akan rosulullah memberikan pengertian bahwa niat itu bermacam-macam sebagaimana perbuatan. Seperti orang yang melakukan perbuatan dengan melakukan motivasi untuk mendapat ridho Allah dan apa yang dijanjikan kepadanya atau ingin menjauhkan diri dari ancaman-NYA. Niat yang benar adalah keinginan dalam hati dalam melaksanakan suatu kegiatan untuk mendapat keridoan-NYA.
6.     Pendidik Harus Berlapang Dada
Berlapang dada adalah sikap tidak mudah marah dan apabila marah dapat mengendalikan diri secara normal. Sehubungan dengan ini ditemukan hadist berikut.
Dari Abu Musa RA. Ia berkata, “ seseorang bertanya kepada Nabi SAW mengenai perkara yang tidak disukai beliau. Tatkala orang itu terlalu banyak bertanya, Nabi menjadi marah. Kemudian beliau berkata, ‘tanyakanlah apa yang hendak kamu tanyakan.’ Seorang laki-laki bertanya “siapa ayahku?” Nabi menjawab, ‘ayahmu, Hudzafah.’ Bertanyapula yang lain, ‘siapakah ayahku ya Rosulullah,’ Nabi menjawab’ ayahmu Salim, hamba sahaya Syaibah. ‘ tatkala Umar bin Khotob melihat rasa kurang senang tergambar di wajah Rosulullah karena sejumlah pertanyaan yang tidak menentu itu segera ia berkata, ‘wahai Rosulullah kami bertaubat kepada Allah yang Maha Kuasa dan Maha Adil.’” (HR. AL-Bukhori).
Dalam hadist diatas dapat dipahami bahwa Rosulullah SAW juga merasa marah ketika ada hal-hal yang tidak diinginkan ditampilkan didepannya. Dalam kasus ini, sahabat banyak bertanya tentang hari kiamat. Akan tetapi, kemarahan beliau tidak menghilangkan sifat lapang dadanya.

F.     Sifat-sifat Pendidik

1.     Sifat lemah lembut dan kasih sayang
Abu Sulaiman Malik bin Al-Huwairits berkata, “kami, beberapa orang pemuda sebaya mengunungi nabi, lalu kami menginap bersama beliau selama 20 malam. Beliau menduga bahwa kami telah merindukan keluarga dan menanyakan apa yang kami tinggalkan pada keluarga. Lalu, kami memberitahukannya kepada nabi. Beliau adalah seorang yang halus perasaanya dan penyayang. Nabi bersabda, kembalilah pada keluarga kalian. Ajarilah merke, suruhlah mereka, dan sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku sholat. Apabila waktu sholat telah masuk, hendaklah salah seorang diantara kalian, mengumandangkan adzan dan yang lebih tua hendaklah menjadi imam.”(HR. Al-Bukhori)
Diantara informasi yang didapat dari hadist di atas adalah sebagai berikut:
a.     Ada sekelompok pemuda sebaya datang dan  menginap di rumah rosulullah
b.     Para pemuda itu belajar maslah agama (ibadah) kepada beliau.
c.     Beliau memperlakukan mereka dengan santun dan kasih sayang.
d.     Beliau menyuruh mereka mengajarkan sholat kepada  keluarga masing-masing seperti beliau mengajar mereka
Diantara informasi tersebut, yang berkaitan erat dengan sub tema ini adlah beliau memperlakukan pada sahabat dengan santun dan kasih sayang.
Pendidik yang mampu bersikap santun kepada peserta didiknya sesuai dengan tuntunan Allah dalam Al-Qur’an, dijelaskan dalam dalil berikut.
* øŒÎ) šcrßÏèóÁè? Ÿwur šc¼âqù=s? #n?tã 7ymr& Û^qߧ9$#ur öNà2qããôtƒ þÎû öNä31t÷zé& öNà6t7»rOr'sù $CJxî 5dOtóÎ/ ŸxøŠx6Ïj9 (#qçRtóss? 4n?tã $tB öNà6s?$sù Ÿwur !$tB öNà6t7»|¹r& 3 ª!$#ur 7ŽÎ6yz $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ÇÊÎÌÈ
                                                                Artinya:
            Maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap meeka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal padanya. (QS. Ali Imron (3):159)
                                    Ahmad Mustofa Al-Maraghi menjelaskan, andaikata engkau (muhammad) bersikap kasar dan galak dalam muamalah dengan mereka (kaum muslimin) niscaya mereka akan bercerai (bubar) meninggalkan engkau dan menyenangimu. Dengan demikian, engkau tidak dapat menyamaikan hidayah dan bimbingan kepada mereka ke jalan yang lurus. Berdasarkan tafsir ini, seorang pendidik harus memiliki rasa santun kepada setiap peserta didiknya. Jika tidak, maka sikap kasar itu akan menjadi penghalang baginya untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.     Mengembalikan Ilmu Kepada Allah
Seorang pendidik harus memiliki sifat tawadhu, tidak merasa paling tau atau serba tau. Apabila ada hal-hal yang tidak diketahui dengan jelas, dia sebaiknya mengembalikan persoalan itu kepada Allah. Sehubungan dengan hal ini terdapat hadist berikut.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Rosulullah SAW ditanya tentang anak-anak orang yang musyrik. Lalu beliau menjawab, “Allah maha mengetahui apa yang akan mereka kerjakan pad saat mereka diciptakan.”(HR. Al-Bukhori dan Muslim)
Dalam hadits ini dinyatakan bahwa Rasulallah  ditanya oleh sahabat tentang nasib anak-anak orang musyrik pada hari kiamat nanti. Beliau menjawab, “Allah lebih mengetahui,” atau Allah mengetahui apa yang mereka lakukan.” Disini terlihat bahwa beliau tidak selalu menjawab pertanyaan yang diajukan kepadanya, kendatipun beliau adalah Rasulallah. Beliau tidak meras risih dengan sikap tidak memberikan jawaban yang pasti. Itulah sesungguhnya sikap yang harus dimilki leh setiap pendidik. Apabila ternyata ada hal yang diragukan atau belum diketahui sama sekali, jangan segan mengatakan, “Allah Yng Maha Tahu.” Itu adalah salah satu bentuk sikap tawadhu seorang hamba.
3.     Memperhatikan Keadaan Peserta Didik
Agar pendidik dan pembelajaran dapat terlaksana dengan efektif, pendidik perlu memperhatikan keadaan peserta didiknya. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah minat, perhatian, kemampuan dan kondisi jasmani peserta didik. Pendidik jangan sampai memberikan beban pelajaran yang melebihi batas kemampuan peserta didik. Sehubungan dengan ini terdapat hadits:
Dari Ibnu Mas’ud, ia menceritakan, “Nabi selalu menyelingi hari-hari belajar untuk kami untuk menghindari kebosanan kami.” (HR. Al-Bukhari)
Dalam hadits ini terdapat informasi bahwa Rasulallah mengajar sahabat tidak setiap hari, tetapi ada waktu belajar dan waktu istirahat. Hal itu dilakukannya unruk menghindari kebosanan kepada pelajran. Itu berarti bahwa beliau memperhatikan kondisi para sahabat (peserta didik) dalam mengajar. Mereka membutuhkan selingan waktu untuk beristirahat.

G.    NASH-NASH AL-QUR’AN

1.      Surat Fushilat ayat 30
ß`øtwU öNä.ät!$uŠÏ9÷rr& Îû Ío4quŠysø9$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# ( öNä3s9ur $ygŠÏù $tB þÏStGô±n@ öNä3Ý¡àÿRr& öNä3s9ur $ygŠÏù $tB tbqãã£s? ÇÌÊÈ
Artinya:
“Sesungguhnyaorang-orang yang berkata, “Tuhan kami adalah Allah”, kemudian itu mereka teguhkan pendirian mereka, akan turunlah kepada mereka malaikat-malaikat; “Agar kamu jangan merasa takut dan jangan merasa dukacita dan gembiralah kamu dengan syurga yang telah dijanjikan Allah kepada kamu.” (QS. Fushilat (41):30)
Dapat dijelaskan bahwa ayat diatas menjelaskan tentang istiqomah atau teguh pendirian. Menurut Prof. DR. Hamka dalam Tafsir Al- Azhar menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan teguh pendirian adalah tegak lurus, teguh tegap dengan pendirian itu. Tidak bergeser, tidak beranjak. Tidak dapat dicondongkan ke kanan dan ke kiri. Tidak dapat dimundurkan ke belakang atau dimajukan ke depan, dengan arti keluar dari tempat tegak berdiri itu.
Istiqomah memang membentuk pribadi orang orang sehingga dia memenuhi arti dirinya sebagai insan sejati, khallifah Allah di muka bumi. Itulah sebabnya maka di dalam sembahyang lima waktu, di dalam segala sembah yang rawatib, yang fardhu dan yang sunnah, hendaklah ditiap rakaat membaca Al-Fatihah. Supaya terbaca inti doa kepada Tuhan untuk kebahagiaan hidup. Yaitu:
“tunjukilah jalan yang lurus.”
Mustaqiim ialah rangkaian kata dari istiqomah. Kalau jalan yang lurus, shirathal mustaqiim telah diberikan, tercapai sudah istiqaamah. Kita berusaha agar istiqaamah dapat kita capai, tetapi kita pun berdoa, mengharap agar Tuhan membawa kita kepada istiqaamah itu. Karena kalau telah bertemu jalan itu, selamat bahagialah hidup ini.
Keterkaitan antara surat fusshilat ayat 30 dengan subyek pendidikan (guru) yaitu bahwa seorang pendidik dalam memberikan ilmunya kepada murid-muridnya harus dengan istiqomah, karena dengan beristiqomah murid akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat dan bergembiralah bagi seorang pendidik yang beristiqomah karena Allah telah menjanjikan syurga di akhirat kelak.

2.     Surat Ibrahim ayat 27
àMÎm6sVムª!$# šúïÏ%©!$# (#qãZtB#uä ÉAöqs)ø9$$Î/ ÏMÎ/$¨V9$# Îû Ío4quŠptø:$# $u÷R9$# Îûur ÍotÅzFy$# ( @ÅÒãƒur ª!$# šúüÏJÎ=»©à9$# 4 ã@yèøÿtƒur ª!$# $tB âä!$t±tƒ ÇËÐÈ

Artinya:
“Allah akan menetapkan orang-orang yang yang beriman, dengan kata-kata yang tetap pada kehidupan dunia ini dan pada akhirat. Dan akan disesatkan oleh Allah orang-orang yang dzalim, dan Allah berbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim (14):27)
Dapat dijelaskan bahwa ayat diatas menjelaskan tentang iman dan kalimat thoyyibah. Menurut Prof. DR. Hamka dalam Tafsir Al- Azhar menjelaskan bahwa kalimat thoyyibah (kalimat yang baik) adalah laksana pohon rindang yang baik, yang subur, uratnya masuk terhunjam kepetala bumi dan pucuknya melepai sampai mencapai langit dan buahnya selalu diambil. Bagaimanapun besarnya angin yang mencoba hendak meruntuhkannya, namun ia semakin bertambah terkena angin, bertambah teguh dan kokoh. Maka kedatangan Rasul-rasul sejak zaman Nabi Adam sampai ke Nabi Muhammad SAW dan sampai kepada hari kiamat, ialah memperjuangkan kalimat thoyyibah . Ulama-ulam tafsir, sejak dari ulama sahabat sebagi Ibnu abbas telah menjelaskan bahwasanya kalimat thoyyibah itu ialah “La Illahail Allah” yaitu tidak ada Tuhan selain Allah.
Maka orang-orang yang bernaung dibawah pohon kayu yang baik lagi rindang itu, memegang kalimat yang baik, akan teguh pendiriannya sejak dari dunia sampai akhirat. Dia tidak dapat digeserkan atau digoyahkan. Dan kayu yang buruk tumbanglah dia dari muka bumi, tidaklah dia bertahan lamadan orang yang dzalim akan disesatkan oleh Allah.
Keterkaitan antara surat ibrahim ayat 27 dengan subyek pendidikan (guru) yaitu bahwa seorang pendidik harus beriman dan berkata thoyyibah (berkata baik) kepada peserta didiknya (murid) karena jika seorang guru berkata tidak baik di depan muridnya maka seorang murid akan mengikutinya dan jika seorang pendidik berkata tidak baik maka ia akan disesatkan oleh Allah kepada  orang-orang yang dzalim. Menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam bukunya yang berjudul syarah Arbain Nawawi menjelaskan bahwa pengertian iman adalah keyakinan dengan hati, perkataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan.  Seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa para pendidik harus berusaha agar peserta didiknya memiliki iman yang kuat dan teguh. Dan segala aktivitas kependidikan diarahkan menuju terbentuknya pribadi-pribadi yang beriman.


BAB III

PENUTUP


A.    Kesimpulan

Secara umum, pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Sementara secara khusus, pendidik dalam perspektif pendidikan Islam adalah orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan peserta didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensinya, baik potensi efektif, kognitif, maupun psikomotorik sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam.
Ada beberapa istilah dalam bahasa Arab yang biasa dipakai sebagai sebutan bagi para guru, yaitu ustâdz, mu’allim, mursyîd, murabbî, mudarris, dan mu-addib. Dilihat dari kedudukannya, guru berkedudukan sebagai orang tua juga pewaris Nabi. Juga mempunyai keutamaan terbebas dari laknat Allah, di do’akan oleh penduduk bumi serta mendapat pahala yang berkelanjutan.
Adapun Syarat-syarat menjadi seorang pendidik adalah pendidik harus beriman, pendidik harus berilmu, pendidik harus mengamalkan  ilmunya, harus Adil, harus berniat ikhlas, harus berlapang dada. Selain syarat-syarat tadi, pendidik juga harus mempunyai sifat sifat yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Diantaranya adalah sifat lemah lembut dan kasih sayang, mengembalikan ilmu kepada Allah serta memperhatikan peserta didik.
B.    Saran
Pendidik adalah orang yang memiliki tanggung jawab untuk mendidik. Oleh karena itu kita sebagai pendidik harus bisa beristiqomah dalam mendidik, selain itu kita juga harus bisa mengarahkan anak didiknya untuk beriman kepada Allah serta berkata baik.



DAFTAR PUSTAKA


-      Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 5, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD. 2003.
-      Hamka, Tafsir Al-Azhar jilid 8, Singapura: Pustaka Nasional PTE LTD. 2003.
-      Muhaimin. Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah Madrasah, dan   Perguruan Tinggi. Jakarta : Raja Grafindo Perkasa. 2005.
-      Umar, Bukhari. Hadist Tarbawi. Jakarta: Amzah. 2012.
-      Yazid. Syarah Arba’in An-Nawawi. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i. 2011







                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  

No comments:

Post a Comment