Wednesday, October 14, 2015

dasar ontologis ilmu



BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Ontologi atau biasa disebut dengan teori hakikat setelah membenahi cara memperoleh pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya. Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat. Ada yang menamakan bagian ini Ontologi. Socrates menggambarkan akal merupakan segalanya, dan merupakan pokok serta satu-satunya jalan yang dapat menuntun manusia mencari kebenaran. Ia berfilsafat untuk hidup, karena dengan berpikir maka eksistensinya sebagai manusia
dapat dipertahankan.

B.   Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah sebagai berikut
1.    Apa hakikat dari ontologi ilmu pengetahuan?
2.    Bagaimana cara berfikir ontologis dalam ilmu   pengetahuan?
3.    Bagaimana karakter ilmu pengetahuan secara ontologis?

C.   Tujuan
dari rumusan masalah di atas, maka tujuan masalahnya adalah sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui hakikat dari ontologi ilmu pengetahuan.
2.      Untuk mengetahui cara berfikir ontologis dalam ilmu pengetahuan.
3.      Untuk mengetahui karakter ilmu pengetahuan secara ontologi.


BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGTAHUAN
A.  HAKIKAT ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Kata Ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logic. Jadi Ontologi adalah The theory of being, qua being (teori tentang keberadaan sebagai keberadaan). (Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976) hlm. 219.)
Dalam bahasa inggris ilmu  berarti sience. Pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris, yaitu knowledge. Dalam encyclopedia of philosophy dijelaskan, bahwa definisi pengetahuan yaitu kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Ontologi itu ilmu yang menelusuri tentang hakikat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Manusia memiliki dua sumber ilmu, yaitu: 1) ilmu lahir yang kasat mata dan bersifat observable, tangible. 2) ilmu batin, metafisik yang tidak kasatmata. (Mukhtar Latif. 2014: hlm 173)
Pembicaraan tentang hakikat sangat luas, yaitu segala yang ada dan mungkin ada. Hakikat yaitu realitas, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang Ontologi sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab pertanyaan “apa itu ada,” yang menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai esensi benda-benda (sesuatu). Sebenarnya bukan sekedar benda yang penting, melainkan  penomena di jagat raya ini, apa dan mengapa ada. Di dalam semesta ini, kalo direnungkan banyak hal yang menimbulkan tanda tanya besar.
Heidegger (1981) mengatakan istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf gojlenius pada 1936 M, untuk menamai hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam perkembangannya, Cristian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua, yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum istilah lain dari ontologi.  Dengan demikian, metafisika atau ontologi yaitu cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Adapun metafisika khusus masih terbagi menjadi menjadi Kosmologi, Psikologi, dan Teologi. Ontologi cenderung dekat dengan metafisika, yaitu ilmu tentang keberadaan dibalik yang ada. (mukhtar latif.2014: hal 175-176)

B.  CARA BERFIKIR ONTOLOGIS DALAM ILMU PENGETAHUAN
Menurut Muhadjir (2011), cara berpikir ontologis berbenturan dapat dengan suatu agama. Agama selalu berfikir ada atas dasar iman atau keyakinan. Filsafat ilmu ontologi tidak mengajak antara ilmu dan iman. Ontologi hendak meletakan dasar keilmuan. Semakin kritis seseorang berfikir tentang ada, maka dunia ini seolah-olah semakin rumit dan menarik untuk dikaji. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu pengetahuan dan mana non-ilmu. Misalnya ada pemikiran ontologi: benarkah Tuhan itu tidak tidur. Jawaban atas realitas abstrak ini perlu dijawab secara ontologisme melalui perenungan ilmiah. Masalahnya ketika orang membenarkan hasil renungannya tentang tuhan dan tidur, berarti Tuhan itu mengenal lelah dan ngantuk. Jika hal ini benar, berarti Tuhan itu apa bedanya dengan manusia. Jika manusia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan, muncul lagi pertanyaan bagaimana wujud yang hakiki dari Tuhan? Bagaimana hubungan antara Tuhan dan daya tangkap manusia seperti berpikir, merasa, dan mengindra yang membuahkan pengetahuan? Lebih lanjut, apa sebenarnya yang disebut dengan ilmu pengetahuan, apa saja jenis-jenis ilmu pengetahuan? Dari mana sumbernya? Banyak pertanyaan yang menggelitik tentang hakikat kesemestaan. Semakin kritis orang berpikir tentang ada, maka dunia ini seolah-olah semakin rumit dan semakin menarik dikaji.
Hal-hal tersebut semakin memperjelas ontologi sebagai cabang filsafat ilmu yang mencoba mencermati hakikat keilmuan. Membahas ilmu dari dasar keilmuan itu ada, bentuk ilmu, wajah ilmu, serta perbandingan satu ilmu dengan yang lain akan menuntun manusia berpikir ontologis. Ontologi menjadi pijakan manusia berpikir kritis tentang keadaan alam semesta yang sesungguhnya. Itulah esensi dari peta jagat raya yang misterius penuh dengan teka teki. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu pengetahuan dan mana non ilmu.
Pemahaman tentang arti dan hakikat filsafat itu sendiri akan menjadi lebih jelas bila dilihat dalam posisi perbandingan dengan ilmu lain. Filsafat dalam hal ini lebih merupakan suatu pemikiran universal, menyeluruh, dan mendasar, sementara ilmu lainnya lebih merupakan pemikiram yang lebih spesifik atau khusus, karena dibatasi pada objek dan sudut pandang pemikirannya yang khas. Objek penelitian filsafat mencakup segala sesuatu, sejauh bisa dijangkau oleh pikiran manusia. Filsafat berusaha menyimak dan menyikap seluruh kenyataan dan menyelidiki sebab-sebab dasariah dari segala sesuatu. Filsafat, karenanya ingin mengkritisi dan menembusi berbagai sekat pemikiran ilmu lainnya, serta mencapai sebab terakhir dan mutlak (absolut) dari segala yang ada.
Titik berangkat filsafat yang pertama yaitu kegiatan manusia, dalam hal ini secara khusus kegiatan pengetahuan dan kehendak manusia yang merupakan kegiatan pertama yang secara langsung di alami oleh manusia. Filsafat juga berusaha menerangi dunia dengan rasio  manusia dan karenanya, filsafat lebih merupakan “kebijaksanaan duniawi” bukan “ kebijaksanaan Ilahi” yang sempurna dan mutlak abadi. Maka dari itu ilmu filsafat berbeda dengan imu teologi. Teologi berusaha melihat Allah dan kegiataanya di dalam dunia berdasarkan wahyu adikodrati. Biarpun filsafat merupakan kegiatan dan produk rasio, ia tetap bukan ciptaan rasio semata. Alasannya, karena rasio itu sendiri merupakan bagian integral dari keutuhan eksistensi manusia yang terkait dengan aspek-aspek lainnya dari tatanan eksistensi manusia itu sendiri yang bersifat “monopluraris” (satu di dalam banyak dan banyak di dalam satu). Filsafat tidak hanya berupaya memuaskan pencarian manusia akan kebenaran, tetapi ia juga berusaha menerangi dan menuntun arah atau orientasi kehidupan manusia secara kritis dan jelas, bukan dengan spekulasi yang absurd, hambar, dan penuh kayalan yang sia-sia.
Pengetahuan (knowledge) yaitu suatu yang diketahui langsung dari pengalaman berdasarkan pancaindra dan diolah oleh akal budi secara sepontan. Ilmu (sains) berasal dari bahasa Latin, scientia , yang berrarti  knowledge. Ilmu bertujuan untuk meramalkan dan memahami gejala alam. Ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan yang telah diolah kembali dan disusun secara metodis, sistematis, konsisten, dan koheren. Metodis, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan metode tertentu / tidak serampangan. Sistematis, berarti dalam usaha menemukan kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh menggunakan langkah-langkah tertentu yang terarah dan teratur sehingga menjadi suatu keseluruhan yang terpadu. Koheren, berarti setiap bagian dari jabaran ini pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian. Konsistensi (consistence) merupakan ciri dari ilmu pengetahuan yang disebut ilmiah. Ilmiah yaitu kadar berpikir, berakal budi yang disertai penataan.
Wilayah ontologi yaitu ruang penataan eksistensi keilmuan. Dari ciri-ciri ilmu pengetahuan seperti inilah yang membedakan dengan pengetahuan biasa. Agar pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuannya itu harus dipilah (menjadi suatu bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara metodis, sistematis, dan konsisten. Melaui metode lmiah suatu pengalaman bisa diungkapkan secara metodis dan sistematis membutuhkan proses.

C.     KARAKTERISTIK ILMU PENGETAHUAN SECARA ONTOLOGIS
Ontologis sebagai cabang filsafat lmu telah melahirkan sekian banyak aliran ontologisme. Tiap aliran ontologi biasanya memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling mendukung dan melengkapi. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yakni realisme, naturalisme, dan empirisme. Atas dasar ketiga aliran tersebut, ontologi mempunyai ciri khusus yang terkait dalam ontologi, antara lain: pertama, yang ada (being), artinya yang di bahas eksistensi keilmuwan.  Kedua, kenyataan atau realitas (reality), yaitu penomena yang didukung oleh data-data yang valid. Ketiga, eksistensi (existence), yaitu keadaan fenomena yang sesungguhnya yang secara hakiki tampak dan tidak tampak. Keempat, esensi (essence), yaitu pokok atau dasar suatu ilmu yang lekat dalam suatu ilmu. Kelima, substansi (substance), artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi kehidupan manusia. Keenam, perubahan arrinya ilmu itu cair, berubah kesetiap saat menuju kesempurnaan. Ketujuh, tunggal (one) dan jamak (many) artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu terbagi menjadi dua. (Mukhtar Latif.2014: hal 187)
Objek ontologi sama halnya dengan objek fisafat seperti yang telah dibahas sebelum-sebelumnya, yakni:  Pertama,  objek formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh realitas. Kedua , objek material, yaitu sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemilkiran, sesuatu yang diselidiki atau sesuatu hal yang dipelajari.
Dalam pemahaman ontologis ada beberapa karakter pemikiran, dintarannya monoisme. Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan yaitu satu saja, tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua aliran : (a) materialisme, aliran ini mengangap bahwa sumber yang asal itu materi, bukan rohani. (b) Idealisme sebagai lawan dari maerialisme yang dinamakan spiritualisme. Aliran ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal dari roh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan menempati ruang, materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan rohani, yang meliputi:
Pertama,dualisme ,paham ini berpendapt  bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat, sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan rohani, benda, roh, jasad dan spirit.
Kedua, pluralisme, paham ini berpendapat bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.
Ketiga , nihilisme, berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak ada.
Keempat, agnotisisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda, baik hakikat rohani maupun hakikat materi maupun hakikat rohani, kata Agnotisisme berasal dari bahasa Yunani. Ignotos berarti unknow, artinya not, Gnow artinya Know.timbulnya aliran ini dikarenakan blum dapatnya orang mengenal dan mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan dapat dikenal. (Mukhtar Latif.2014: hal 190)















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
       Ontologi yaitu cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang hakikat ilmu pengatahuan. Ontologi itu ilmu yang menelusuri tentang hakikat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
       Menurut Muhadjir (2011), cara berpikir ontologis berbenturan dapat dengan suatu agama. Agama selalu berfikir ada atas dasar iman atau keyakinan. Filsafat ilmu ontologi tidak mengajak antara ilmu dan iman. Ontologi hendak meletakan dasar keilmuan. Semakin kritis seseorang berfikir tentang ada, maka dunia ini seolah-olah semakin rumit dan menarik untuk dikaji. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu pengetahuan dan mana non-ilmu. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yakni realisme, naturalisme, dan empirisme. Ilmu dalam bentuk yang baku haruslah mempunyai paradigma (positive  paradigm) serta metode yang  jelas (scientific method) yang juga dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu diterapkan secara gamblang (transparan).
       Ontologis sebagai cabang filsafat lmu telah melahirkan sekian banyak aliran ontologisme. Tiap aliran ontologi biasanya memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling mendukung dan melengkapi. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yakni realisme, naturalisme, dan empirisme.



DAFTAR PUSTAKA

Latif, mukhtar. Filsafat Ilmu. Jakarta: Kecana Prenamedia Grup. 2014.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat ilmu. Jakarta: Raja Grafindo persada. 2012

No comments:

Post a Comment