BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ontologi
atau biasa disebut dengan teori hakikat setelah membenahi cara memperoleh
pengetahuan, filosof mulai menghadapi objek-objeknya untuk memperoleh
pengetahuan. Objek-objek itu dipikirkan secara mendalam sampai pada hakikatnya.
Inilah sebabnya bagian ini dinamakan teori hakikat. Ada yang menamakan bagian
ini Ontologi. Socrates menggambarkan akal merupakan segalanya, dan merupakan
pokok serta satu-satunya jalan yang dapat menuntun manusia mencari kebenaran.
Ia berfilsafat untuk hidup, karena dengan berpikir maka eksistensinya sebagai
manusia
dapat dipertahankan.
dapat dipertahankan.
B.
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, maka rumusan
masalahnya adalah sebagai berikut
1.
Apa
hakikat dari ontologi ilmu pengetahuan?
2.
Bagaimana
cara berfikir ontologis dalam ilmu
pengetahuan?
3.
Bagaimana
karakter ilmu pengetahuan secara ontologis?
C.
Tujuan
dari rumusan masalah di atas, maka tujuan masalahnya
adalah sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui hakikat dari ontologi ilmu pengetahuan.
2.
Untuk
mengetahui cara berfikir ontologis dalam ilmu pengetahuan.
3.
Untuk
mengetahui karakter ilmu pengetahuan secara ontologi.
BAB II
PEMBAHASAN
ASPEK ONTOLOGI ILMU PENGTAHUAN
A. HAKIKAT
ONTOLOGI ILMU PENGETAHUAN
Kata
Ontologi berasal dari perkataan Yunani: On = being, dan Logos = logic. Jadi
Ontologi adalah The theory of being, qua being (teori tentang keberadaan
sebagai keberadaan). (Lih. James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes
(ed), Dictinary Philoshopy, (Totowa New Jersey: Little Adam & Co., 1976)
hlm. 219.)
Dalam
bahasa inggris ilmu berarti sience. Pengetahuan berasal dari kata
dalam bahasa Inggris, yaitu knowledge. Dalam
encyclopedia of philosophy dijelaskan,
bahwa definisi pengetahuan yaitu kepercayaan yang benar (knowledge is justified true belief). Ontologi itu ilmu yang
menelusuri tentang hakikat ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah keberadaan
suatu fenomena kehidupan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Manusia memiliki dua sumber ilmu, yaitu: 1) ilmu lahir yang kasat mata dan
bersifat observable, tangible. 2)
ilmu batin, metafisik yang tidak kasatmata. (Mukhtar Latif. 2014: hlm 173)
Pembicaraan
tentang hakikat sangat luas, yaitu segala yang ada dan mungkin ada. Hakikat
yaitu realitas, artinya kenyataan yang sebenarnya. Pembahasan tentang Ontologi
sebagai dasar ilmu berusaha untuk menjawab pertanyaan “apa itu ada,” yang
menurut Aristoteles merupakan the first philosophy dan merupakan ilmu mengenai
esensi benda-benda (sesuatu). Sebenarnya bukan sekedar benda yang penting,
melainkan penomena di jagat raya ini,
apa dan mengapa ada. Di dalam semesta ini, kalo direnungkan banyak hal yang
menimbulkan tanda tanya besar.
Heidegger
(1981) mengatakan istilah ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf
gojlenius pada 1936 M, untuk menamai hakikat yang ada bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya, Cristian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan khusus. Metafisika umum istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika atau ontologi
yaitu cabang filsafat yang membahas tentang prinsip yang paling dasar atau
paling dalam dari segala sesuatu yang ada. Adapun metafisika khusus masih
terbagi menjadi menjadi Kosmologi, Psikologi, dan Teologi. Ontologi cenderung
dekat dengan metafisika, yaitu ilmu tentang keberadaan dibalik yang ada.
(mukhtar latif.2014: hal 175-176)
B. CARA
BERFIKIR ONTOLOGIS DALAM ILMU PENGETAHUAN
Menurut
Muhadjir (2011), cara berpikir ontologis berbenturan dapat dengan suatu agama.
Agama selalu berfikir ada atas dasar iman atau keyakinan. Filsafat ilmu
ontologi tidak mengajak antara ilmu dan iman. Ontologi hendak meletakan dasar
keilmuan. Semakin kritis seseorang berfikir tentang ada, maka dunia ini
seolah-olah semakin rumit dan menarik untuk dikaji. Dengan ontologi, orang akan
mampu membedakan mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu pengetahuan dan mana
non-ilmu. Misalnya ada pemikiran ontologi: benarkah Tuhan itu tidak tidur. Jawaban
atas realitas abstrak ini perlu dijawab secara ontologisme melalui perenungan
ilmiah. Masalahnya ketika orang membenarkan hasil renungannya tentang tuhan dan
tidur, berarti Tuhan itu mengenal lelah dan ngantuk. Jika hal ini benar,
berarti Tuhan itu apa bedanya dengan manusia. Jika manusia tidak memperoleh
jawaban yang memuaskan, muncul lagi pertanyaan bagaimana wujud yang hakiki dari
Tuhan? Bagaimana hubungan antara Tuhan dan daya tangkap manusia seperti
berpikir, merasa, dan mengindra yang membuahkan pengetahuan? Lebih lanjut, apa
sebenarnya yang disebut dengan ilmu pengetahuan, apa saja jenis-jenis ilmu
pengetahuan? Dari mana sumbernya? Banyak pertanyaan yang menggelitik tentang
hakikat kesemestaan. Semakin kritis orang berpikir tentang ada, maka dunia ini
seolah-olah semakin rumit dan semakin menarik dikaji.
Hal-hal
tersebut semakin memperjelas ontologi sebagai cabang filsafat ilmu yang mencoba
mencermati hakikat keilmuan. Membahas ilmu dari dasar keilmuan itu ada, bentuk
ilmu, wajah ilmu, serta perbandingan satu ilmu dengan yang lain akan menuntun
manusia berpikir ontologis. Ontologi menjadi pijakan manusia berpikir kritis
tentang keadaan alam semesta yang sesungguhnya. Itulah esensi dari peta jagat
raya yang misterius penuh dengan teka teki. Dengan ontologi, orang akan mampu membedakan
mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu pengetahuan dan mana non ilmu.
Pemahaman
tentang arti dan hakikat filsafat itu sendiri akan menjadi lebih jelas bila
dilihat dalam posisi perbandingan dengan ilmu lain. Filsafat dalam hal ini
lebih merupakan suatu pemikiran universal, menyeluruh, dan mendasar, sementara
ilmu lainnya lebih merupakan pemikiram yang lebih spesifik atau khusus, karena
dibatasi pada objek dan sudut pandang pemikirannya yang khas. Objek penelitian
filsafat mencakup segala sesuatu, sejauh bisa dijangkau oleh pikiran manusia.
Filsafat berusaha menyimak dan menyikap seluruh kenyataan dan menyelidiki
sebab-sebab dasariah dari segala sesuatu. Filsafat, karenanya ingin mengkritisi
dan menembusi berbagai sekat pemikiran ilmu lainnya, serta mencapai sebab
terakhir dan mutlak (absolut) dari segala yang ada.
Titik
berangkat filsafat yang pertama yaitu kegiatan manusia, dalam hal ini secara
khusus kegiatan pengetahuan dan kehendak manusia yang merupakan kegiatan
pertama yang secara langsung di alami oleh manusia. Filsafat juga berusaha
menerangi dunia dengan rasio manusia dan
karenanya, filsafat lebih merupakan “kebijaksanaan duniawi” bukan “ kebijaksanaan
Ilahi” yang sempurna dan mutlak abadi. Maka dari itu ilmu filsafat berbeda
dengan imu teologi. Teologi berusaha melihat Allah dan kegiataanya di dalam
dunia berdasarkan wahyu adikodrati. Biarpun filsafat merupakan kegiatan dan
produk rasio, ia tetap bukan ciptaan rasio semata. Alasannya, karena rasio itu
sendiri merupakan bagian integral dari keutuhan eksistensi manusia yang terkait
dengan aspek-aspek lainnya dari tatanan eksistensi manusia itu sendiri yang
bersifat “monopluraris” (satu di dalam banyak dan banyak di dalam satu).
Filsafat tidak hanya berupaya memuaskan pencarian manusia akan kebenaran,
tetapi ia juga berusaha menerangi dan menuntun arah atau orientasi kehidupan
manusia secara kritis dan jelas, bukan dengan spekulasi yang absurd, hambar,
dan penuh kayalan yang sia-sia.
Pengetahuan
(knowledge) yaitu suatu yang
diketahui langsung dari pengalaman berdasarkan pancaindra dan diolah oleh akal
budi secara sepontan. Ilmu (sains) berasal dari bahasa Latin, scientia , yang berrarti knowledge. Ilmu bertujuan untuk meramalkan
dan memahami gejala alam. Ilmu pengetahuan yaitu pengetahuan yang telah diolah
kembali dan disusun secara metodis, sistematis, konsisten, dan koheren.
Metodis, berarti dalam proses menemukan dan mengolah pengetahuan menggunakan
metode tertentu / tidak serampangan. Sistematis, berarti dalam usaha menemukan
kebenaran dan menjabarkan pengetahuan yang diperoleh menggunakan
langkah-langkah tertentu yang terarah dan teratur sehingga menjadi suatu
keseluruhan yang terpadu. Koheren, berarti setiap bagian dari jabaran ini
pengetahuan itu merupakan rangkaian yang saling terkait dan berkesesuaian.
Konsistensi (consistence) merupakan
ciri dari ilmu pengetahuan yang disebut ilmiah. Ilmiah yaitu kadar berpikir,
berakal budi yang disertai penataan.
Wilayah
ontologi yaitu ruang penataan eksistensi keilmuan. Dari ciri-ciri ilmu
pengetahuan seperti inilah yang membedakan dengan pengetahuan biasa. Agar
pengetahuan menjadi ilmu, maka pengetahuannya itu harus dipilah (menjadi suatu
bidang tertentu dari kenyataan) dan disusun secara metodis, sistematis, dan
konsisten. Melaui metode lmiah suatu pengalaman bisa diungkapkan secara metodis
dan sistematis membutuhkan proses.
C. KARAKTERISTIK
ILMU PENGETAHUAN SECARA ONTOLOGIS
Ontologis
sebagai cabang filsafat lmu telah melahirkan sekian banyak aliran ontologisme.
Tiap aliran ontologi biasanya memegang pokok pikiran yang satu sama lain saling
mendukung dan melengkapi. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yakni realisme,
naturalisme, dan empirisme. Atas dasar ketiga aliran tersebut, ontologi
mempunyai ciri khusus yang terkait dalam ontologi, antara lain: pertama, yang ada (being), artinya yang
di bahas eksistensi keilmuwan. Kedua, kenyataan atau realitas (reality),
yaitu penomena yang didukung oleh data-data yang valid. Ketiga, eksistensi (existence), yaitu keadaan fenomena yang
sesungguhnya yang secara hakiki tampak dan tidak tampak. Keempat, esensi (essence), yaitu pokok atau dasar suatu ilmu yang
lekat dalam suatu ilmu. Kelima, substansi
(substance), artinya membicarakan masalah isi dan makna suatu ilmu bagi
kehidupan manusia. Keenam, perubahan
arrinya ilmu itu cair, berubah kesetiap saat menuju kesempurnaan. Ketujuh, tunggal (one) dan jamak (many)
artinya keadaan suatu ilmu dan fenomena itu terbagi menjadi dua. (Mukhtar
Latif.2014: hal 187)
Objek
ontologi sama halnya dengan objek fisafat seperti yang telah dibahas
sebelum-sebelumnya, yakni: Pertama,
objek formal, yaitu objek formal ontologi sebagai hakikat seluruh
realitas. Kedua , objek material,
yaitu sesuatu hal yang dijadikan sasaran pemilkiran, sesuatu yang diselidiki
atau sesuatu hal yang dipelajari.
Dalam
pemahaman ontologis ada beberapa karakter pemikiran, dintarannya monoisme.
Paham ini menganggap bahwa hakikat yang berasal dari kenyataan yaitu satu saja,
tidak mungkin dua. Paham ini terbagi menjadi dua aliran : (a) materialisme,
aliran ini mengangap bahwa sumber yang asal itu materi, bukan rohani. (b)
Idealisme sebagai lawan dari maerialisme yang dinamakan spiritualisme. Aliran
ini beranggapan bahwa hakikat kenyataan yang beraneka ragam itu semua berasal
dari roh (sukma) atau sejenis dengannya, yaitu sesuatu yang tidak berbentuk dan
menempati ruang, materi atau zat ini hanyalah suatu jenis dari penjelmaan
rohani, yang meliputi:
Pertama,dualisme
,paham ini berpendapt bahwa benda
terdiri dari dua macam hakikat, sebagai asal sumbernya yaitu hakikat materi dan
rohani, benda, roh, jasad dan spirit.
Kedua,
pluralisme, paham ini berpendapat bahwa segenap macam bentuk merupakan
kenyataan.
Ketiga , nihilisme,
berasal dari bahasa Yunani yang berarti tidak ada.
Keempat,
agnotisisme, paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat
benda, baik hakikat rohani maupun hakikat materi maupun hakikat rohani, kata
Agnotisisme berasal dari bahasa Yunani. Ignotos berarti unknow, artinya not, Gnow
artinya Know.timbulnya aliran ini dikarenakan blum dapatnya orang mengenal dan
mampu menerangkan secara konkrit akan adanya kenyataan yang berdiri sendiri dan
dapat dikenal. (Mukhtar Latif.2014: hal 190)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ontologi yaitu cabang filsafat ilmu yang membicarakan tentang
hakikat ilmu pengatahuan. Ontologi itu ilmu yang menelusuri tentang hakikat
ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah keberadaan suatu fenomena kehidupan
yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Menurut Muhadjir (2011), cara berpikir ontologis berbenturan
dapat dengan suatu agama. Agama selalu berfikir ada atas dasar iman atau
keyakinan. Filsafat ilmu ontologi tidak mengajak antara ilmu dan iman. Ontologi
hendak meletakan dasar keilmuan. Semakin kritis seseorang berfikir tentang ada,
maka dunia ini seolah-olah semakin rumit dan menarik untuk dikaji. Dengan
ontologi, orang akan mampu membedakan mana ilmu dan mana pengetahuan, mana ilmu
pengetahuan dan mana non-ilmu. Beberapa aliran dalam bidang ontologi yakni
realisme, naturalisme, dan empirisme. Ilmu dalam bentuk yang baku haruslah
mempunyai paradigma (positive paradigm) serta metode yang jelas (scientific
method) yang juga dikorelasikan dengan bukti yang empiris yang mampu
diterapkan secara gamblang (transparan).
Ontologis sebagai cabang filsafat lmu telah melahirkan sekian
banyak aliran ontologisme. Tiap aliran ontologi biasanya memegang pokok pikiran
yang satu sama lain saling mendukung dan melengkapi. Beberapa aliran dalam
bidang ontologi yakni realisme, naturalisme, dan empirisme.
DAFTAR PUSTAKA
Latif, mukhtar. Filsafat
Ilmu. Jakarta: Kecana Prenamedia Grup. 2014.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat
ilmu. Jakarta: Raja Grafindo persada. 2012
No comments:
Post a Comment